Minggu, 04 November 2012
Teknologi Garis Gawang di Sepakbola
Teknologi Garis Gawang. Sebelumnya, ingatkah anda dengan pertandingan antara Inggris v Jerman di Piala Dunia 2010 Afrika Selatan? Apakah Anda juga ingat dengan gol 'Hantu' dari Frank Lampard? Pada saat itu, wasit tidak mengesahkan gol dari gelandang timnas Inggris itu. Dan setelah peristiwa itu berlalu, FIFA langsung merespon dengan merencanakan pembuatan teknologi GLT.
Lalu, sebenarnya apa itu GLT? Meski sudah lama dipakai di arena tenis, rugby dan kriket, GLT bisa disebut piranti teknologi olahraga tercanggih saat ini karena membuat hasil yang akurat, reliable dan praktis. Fungsinya adalah membantu wasit atau hakim garis meminimalisir kesalahan dalam melihat, apakah bola sudah melintasi garis atau tidak. Dalam konteks sepakbola, tentu saja yang dimaksud adalah garis (masuk) gawang.
Nah GLT yang mempertaruhkan nasibnya pada sidang FIFA di Zurich, 5 Juli kemarin, ada dua yaitu Hawk Eye dan GoalRef. Hawk Eye merupakan teknologi buatan Inggris sedangkan GoalRef diciptakan di Fraunhofer Institute, Jerman.
Prinsip kerja dua alat dari dua produsen berbeda itu, sebenarnya sama. Hanya menggunakan jalur yang sedikit berbeda.
Kita bahas dulu Hawk Eye. Temuan ini menggunakan rekaman gambar (video/foto) yang diambil sepanjang pertandingan. Kemudian hasil rekaman itu ditransfer secara otomatis ke komputer khusus di saat pertandingan berlangsung (real time).
Di komputer khusus ini, semua rekaman itu dikombinasikan dengan semua data pertandingan, sebelum menunjukkan apakah bola masuk gawang (gol) atau tidak.
Kalau bola tercatat (terlihat) melintasi garis gawang, komputer otomatis akan mengirimkan sinyal 'GOL' ke wasit melalui earphone. Produsen Hawk Eye mengklaim bahwa GLT versi mereka bisa memproses dan mengirim jawaban dalam 0,05 detik!
Bagaimana GoalRef? Fraunhofer Institute mencari celah akibat keberatan UEFA atas pemakaian kamera video. "Hawk Eye bisa menghapuskan spekulasi soal gol. Tetapi kami menolak keras pemakaian rekaman video," tegas Michel Platini, Presiden UEFA.
GoalRef lebih praktis. Karena hanya memakai gelombang radio berfrekuensi rendah yang dipancarkan medan magnet di sekeliling gawang. Kemudian GoalRef menanamkan chip khusus di dalam bola sebagai penanda bila menembus gelombang radio tadi. Jadi ada gelombang radio dan smartball.
"Kalau bola melintasi seluruhnya garis gawang yang dipagari medan magnet tadi, maka gelombang radio akan teracak dan melaporkan bahwa bola sudah masuk (gol), Informasi langsung dipancarkan ke earphone atau jam tangan wasit di tengah lapangan," kata Rene Duenker, peneliti di Fraunhofer Institute saat presentasi di Nurenberg 7 Juni kemarin.
GoalRef sudah dipakai tahun 2005 saat Kejuaraan Dunia U-17 di Peru. Tetapi ternyata FIFA menunda pemakaiannya di Piala Dunia 2006. "Teknologi tidak boleh memasuki arena sepakbola," kata Sekjen FIFA, Jerome Valcke belum lama ini. "Mayoritas anggota IFAB (International Football Association Board), menegaskan hal itu."
Hanya, sikap antiperubahan itu tidak bisa bertahan melawan tekanan perubahan. Setelah berkonsultasi dengan IFAB, FIFA rencana itu dibahas serius untuk diputuskan bulan depan. Pertimbangannya, kejadian gol misterius saat Inggris melawan Jerman di Piala Dunia 2010. Dan gol Juan Mata (Chelsea) ke gawang Tottenham di semifinal Piala FA 2012 kemarin, juga memperkuat desakan memakai GLT.
Neale Barry, Kepala Pengembangan Wasit Senior di FA Inggris mendukung pemakaian GLT. "Beberapa kali uji coba sangat positif. Ada peluang bagi Hawk Eye dan GoalRef untuk dipakai sesuai lisensi IFAB," tegasnya. Paling cepat, GLT bisa dipakai musim 2013/2014.
Kalau itu diterapkan, maka era baru sepakbola cyber sudah tiba. Cyber soccer, virtual-scoring soccer atau apa pun namanya. Dan sepakbola akan kehilangan sisi manusiawi-nya yang penuh debat, emosi, dan diselingi kesalahan. Jadi bersyukurlah bahwa GLT baru diterapkan di Piala Dunia 2014.(Tribunnews/dey)
0 komentar:
Posting Komentar